Minggu, 09 November 2014

Air mata QU karna Hutan ku di Rambok




By.wirimbuck putra


Impian ibarat visi dalam suatu organisasi. Manusia harus mempunyai impian untuk mempertegas keberadaan jati dirinya di tengah-tengah samudra kehidupan yang sangat luas ini. Dunia memiliki miliaran penghuni. Bagaimana  kita menempatkan diri kita di tengah-tengah miliaran orang itu? Apa peran kita, ingin menjadi apa, apa yang diharapkan dalam hidup kita, kemana kita akan melangkah, bidang apa yang akan menjadi  pekerjaan kita? Apa yang kita dambakan? Itulah pertanyaan seputar impian kita tentang masa depan.

Banyak orang sukses yang bisa menikmati hidupnya berawal dari impian. Impian mendorong seseorang untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk mencapai tujuan, meskipun penuh tantangan. Manusia bijak hidup dengan impian positif, yaitu kondisi masa depan yang dicita-citakan, dan berusaha keras untuk mencapai impiannya (Karim Asy, 2011).

Barikut ini sekelumit kisahku bersama seorang guru yang bernama Lukas You perintis ilmu di Pinggiran Danau Tage Biru. Dilihat dari kisah perjalanan hidup Sang guru, mungkin impiannya mendidik dan melayani orang banyak sehingga Ia mewujudkan  dengan baik, dan memanusiakan manusia lain dari alam kebodohan.

Ketika saya masuk Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (SD YPPK)  Santo Don Bosco Uwebutu dibawa kaki Gunung Deiyai, hatiku terasa senang karena bertemu dengan banyak teman-teman. Hari pertama kami masuk di ruangan kelas  sehingga Sang perintis ilmu yang usianya sudah tua itu mengajar kami. Ia  telah lamah mengabdi  di SD YPPK Uwebutu,  bahkan guru lain yang bertugas di SD itupun anak didiknya.

Ketika ia mengajar kami di saat bangku TK dan SD kelas 1 kami malas tahu saja, hingga main karet dan ribut didalam ruangan kelas, sehingga kuping kami dicubik lamanya sekitar 5 menit. Kuku ibu jarinya yang panjang  terasa kuping saya tembus, kenakalan kami tidak bisah tobat dengan kata-kata atau dengan nasehat, tetapi harus dipukul dengan tongkat atau dicubik lalu sedikit bisa meredakan  sehingga  hampir setiap hari di ruangan kelas seiring dengan derai air mata. Ketika kami ribut di dalam kelas, ia menegur kami “ikii meiya mana yuwine” dengan suaranya yang keras itu mengagetkan  kami hingga menangis.

Jika kami ribut di dalam ruangan kelas, Ia memukul kami hanya di dua bagian tubuh yakni cubik kuping dengan toki kepala kami di papan tulis sambil berkata  “akikii gapaakike yuwiya gapaame teyuwiyaa gapayi, kowake mogo dagii kebadoketi”. Walaupun ini hanya kata-kata  sepele saja tetapi sungguh ini suatu mantra yang ia lakukan karena setelah beberapa hari kemudian kami banyak yang tahu membaca.

Kami tak pungkiri bahwa ketika ia cubik kuping,  kami marah dengan kata-kata kotor seperti “Paitua You Nomo Dagii, Paitua You Dagiuwita”,  ada  teman-teman lain yang merusak tamannya, dan ada pula teman-teman yang melempari rumahnya dengan batuh. Banyak hal yang kami lakukan tetapi bagi dia bukan menjadi ukuran, serta bukan memadamkan bara api yang selalu berkobar demi masa depan orang banyak, terutama anak negeri di pinggiran Danau Tage Biru (tabir).

Saya pernah dengar cerita dari orang banyak, terutama kedua orang tua apa yang dilakukan oleh  Sang guru tua terhadap mereka di saat bangku SD bahwa, apa bila ada yang tak masuk di ruangan kelas ia mencari anak tersebut di mana saja. Entah itu di tengah hutan, di rumah, dan di Danau Tage Biru sampai dapat hingga ikat kaki dengan tangan lalu bawah ke ruangan kelas, kayu buah patah diatas tubuh mereka, karena memang dengan cara itu yang murid-murid bisa sadar dan tobat  sehingga semua anak yang masih umur sekolah biar bagimanapun juga harus pergi ke sekolah, sehingga pada waktu itu SD YPPK Uwebutu muridnya sangat banyak sekali, serta disiplinnya sangat tinggi. 

Ketika  dengar cerita itu,  saya terdiam merenungkan betapa jahatnya Sang guru terhadap anak muridnya. Dan sejak itu juga saya  berpikir bahwa apabila ia melakukan hal yang sama terhadap kami, saya takkan sekolah. Namun, kini tak seperti yang saya bayangkan hanyalah kuping dengan kepala saya   yang menjadi sasaran untuk tangannya melayang, saya juga tak pungkiri bahwa mungkin ia melakukan hal yang sama seperti cerita diatas ini terhadap kami, tetapi untungnya sejak itu usianya sudah tua. Sejak SD kami benci melihat sang guru tersebut, dan banyak  teman-teman yang takut dengan apa yang ia lakukan terhadap kami hingga keluar sekolah.

Kini saya  mengerti sekarang, apa yang sang guru (Lukas You) lakukan terhadap kami  demi masa depan, karena ia punya perspektif yang luas sehingga bisa melihat kehidupan masa depan anak negeri Tage Biru. Saya  merasa  berdosa, karena  kebencian saya kepada sang pembuka cakrawala, saya  merasa bersalah, karena kemarahan saya  kepada sang pelita dalam kegelapan, saya  merasa  menyesal ketidak patuhan terhadap apa yang diperintahkan oleh sang penunjuk arah hidup saya. Andaikan penyesalan itu ada sebelum semuanya terlanjur, saya pasti mendengarkan dengan baik tetapi apa boleh buat. Ibarat “Nasi sudah menjadi bubur tinggal hanyalah penyesalan dalam benak ini”. Jarang menemukan sosok seorang guru  yang seperti dia bila kita identifikasikan dengan guru-guru sekarang, ia memang lain dari pada yang lain. Tugasnya melebihi dari pada guru, di sekolah menjadi guru, di gereja menjadi pelayan umat, dan di luar menjadi keamanan bagi murid-muridnya yang tidak pergi ke sekolah, jasanya memang mulia dan semangatnya tak tergoyahkan dari berbagai macam cobahan demi tujuan untuk menciptakan anak masa depan yang berguna bagi nusa dan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, “Engkau Memang Pahlawan Tanpa Jasa yang saya kenal”

Sang  guru yang didikan jaman Belanda ini adalah seorang guru yang sangat mengabdi pada tugasnya, bahkan melebihi dari itu. Ia tidak  mengenal panas, lelah, cape, pecek dan dinginnya alam di pinggiran danau Tage  Biru bukan menjadi ukuran bagi sang petunjuk arah hidup ini demi satu tekad untuk mengeluarkan generasi penerus bangsa dari alam kebodohan, ketertinggalan, ketidakadilan, dan ketimpangan. Saya tidak dapat membalas jasamu dengan apapun,

                  "hanyalah kata ucapan TERIMAKASIH"
yang qu menyapa dalam hidup ini
                                         "God Belss You"